Sebanyak 40.000 perusahaan Israel telah menutup usahanya sejak Oktober. Namun, angka ini diproyeksikan akan bertambah menjadi 60.000 pada akhir tahun ini. Menurut CEO perusahaan informasi bisnis CofaceBDI, Yoel Amir, angka ini mencakup banyak sektor dan sebagian besar adalah usaha kecil yang paling rentan.
Sektor yang paling terkena dampak adalah konstruksi dan industri terkait seperti keramik, AC, aluminium, dan bahan bangunan. Sedangkan sektor perdagangan, fesyen, furnitur, peralatan rumah tangga, kafe, hiburan, jasa hiburan, serta transportasi juga terkena dampaknya. Pariwisata juga sangat terkena dampak dengan penurunan jumlah wisatawan asing.
Yoel Amir mengatakan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh perang sangat besar pada semua aspek perekonomian Israel. Perusahaan-perusahaan yang harus menutup usahanya juga berdampak pada pelanggan, pemasok, dan perusahaan lain yang terlibat dalam sistem kerjanya.
Selain itu, aktivitas korporasi di berbagai sektor juga mengalami penurunan tajam sejak awal perang. Sekitar 56 persen manajer perusahaan komersial di Israel melaporkan penurunan signifikan dalam aktivitas mereka.
Diperkirakan bahwa pada akhir tahun 2024, sekitar 60.000 perusahaan akan tutup di Israel, lebih tinggi daripada tahun krisis Corona pada tahun 2020. Perusahaan-perusahaan Israel sedang menghadapi tantangan yang sulit, mulai dari kekurangan tenaga kerja, penurunan penjualan, hingga biaya pembiayaan yang tinggi.
Semoga situasi ekonomi di Israel dapat membaik dan memberikan harapan bagi perusahaan-perusahaan yang masih bertahan. Terus berjuang dan tidak menyerah dalam menghadapi segala tantangan yang ada. Semoga kita semua bisa melalui masa sulit ini bersama-sama. Semangat!