Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa sekitar Rp 324 triliun transaksi hilang dari Produk Domestik Bruto (PDB) karena masyarakat Indonesia lebih memilih berbelanja di luar negeri. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ada sekitar 10 juta orang terkaya di Indonesia yang lebih suka berbelanja di luar negeri daripada di dalam negeri.
Menurut Airlangga, jika kita asumsikan belanja per individu sebesar US$2.000, maka totalnya mencapai sekitar Rp 324 triliun. Alasan utama kelompok masyarakat kaya ini memilih berbelanja di luar negeri adalah karena harga yang lebih kompetitif. Di Indonesia, barang impor harus melewati berbagai kebijakan seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan bea masuk hingga 25%, sementara negara lain seperti Singapura tidak memiliki kebijakan tersebut.
Airlangga menilai bahwa kebiasaan orang-orang kaya Indonesia ini tidak memberikan dampak positif pada perekonomian negara. Padahal, daya beli mereka bisa sangat membantu pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tumbuh di atas 5%. Pemerintah telah berupaya membuat program-program untuk menarik minat orang-orang kaya untuk berbelanja di dalam negeri, seperti Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2024 dan Belanja di Indonesia Aja (BINA).
Selama periode 11-29 Desember 2024, transaksi dari kedua program tersebut mencapai Rp71,5 triliun. Transaksi dari Harbolnas meningkat 21,4% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mencapai Rp31,2 triliun. Sementara itu, BINA 2024 berhasil mencatatkan kenaikan transaksi sebesar 15,5% menjadi Rp25,4 triliun. Melalui program Every Purchase is Cheap (EPiC), pemerintah mencatat transaksi sebesar Rp14,9 triliun.
Dengan adanya program-program ini, diharapkan masyarakat Indonesia, termasuk orang-orang kaya, dapat lebih memilih untuk berbelanja di dalam negeri. Hal ini akan membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia dan meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri.