Sutradara Christian Tafdrup mengkritik ending film Speak No Evil yang disutradarai oleh James Watkins. Tafdrup, yang juga merupakan penulis naskah film Denmark Gæsterne (2022), menyoroti kecenderungan Amerika untuk selalu menampilkan karakter baik menang di akhir cerita, terutama dalam produksi film mereka. Menurut Tafdrup, hal ini telah menjadi budaya yang tertanam kuat di Amerika bahwa segala sesuatu harus berakhir dengan kebaikan.
Dalam wawancara dengan Kulturen melalui World of Reel pada 18 September, Tafdrup menyatakan ketidaksetujuannya terhadap konvensi Hollywood yang selalu menuntut happy ending. Ia menekankan bahwa film-film Amerika cenderung menggambarkan bahwa orang-orang harus selalu bisa mengatasi segala masalah dan mengalahkan orang jahat.
Speak No Evil versi Denmark menceritakan tentang pertemuan dua keluarga dari Denmark dan Belanda yang berakhir tragis ketika keluarga Belanda ternyata adalah pasangan pembunuh berantai. Dalam versi aslinya, Bjørn dan Louise dari Denmark tewas, sementara Agnes menjadi bisu setelah lidahnya dipotong oleh keluarga Belanda.
Di sisi lain, versi Amerika dari film tersebut memiliki ending yang lebih ringan, di mana Ben dan Louise berjuang untuk melawan Paddy dan Ciara dari Inggris demi keselamatan Agnes. Meskipun berbeda, kedua versi film tersebut menarik perhatian penonton dengan cara yang berbeda pula.
James Watkins, sutradara Speak No Evil, mengakui bahwa perubahan ending dilakukan untuk menghindari kesan yang terlalu gelap dan brutal. Ia ingin menunjukkan bahwa tidak ada kebahagiaan yang sepenuhnya dalam akhir cerita, dan bahwa trauma akan tetap ada di antara generasi.
Dengan perbedaan pendapat antara Tafdrup dan Watkins, keduanya menunjukkan bahwa setiap sutradara memiliki visi dan pendekatan yang berbeda dalam menciptakan karya seni mereka. Hal ini juga menunjukkan bahwa film bukan hanya sekedar hiburan, tetapi juga sarana untuk menyampaikan pesan dan ideologi yang ingin disampaikan kepada penonton.