Potensi perlambatan ekonomi China sedang menjadi sorotan, karena konsumsi domestik yang terus tertekan. Namun, di sisi lain, produksi manufaktur mereka terus membanjiri pasar-pasar negara lain, termasuk Indonesia, karena barang-barang tersebut tidak terserap oleh masyarakatnya sendiri. Menurut Ekonom Senior dan mantan Direktur Eksekutif Bank Dunia, Mari Elka Pangestu, ekonomi China diprediksi akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 2023 yang berada di atas 5% menjadi di bawah 5% pada tahun 2024.
“Pertumbuhan ekonomi China diprediksi akan di bawah 5% pada tahun 2024, dengan pertumbuhan kuartal kedua sebesar 4,7%. Ini merupakan tanda-tanda melemahnya ekonomi China, terutama disebabkan oleh penurunan konsumsi,” ujar Mari Elka dalam program Power Lunch CNBC Indonesia.
Prediksi ini sejalan dengan perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan PDB China akan terus melambat menjadi 4,5% pada tahun 2025, dan bahkan lebih rendah hingga 3,3% pada tahun 2029. Konsumsi domestik yang lemah, masalah sektor properti yang belum terselesaikan, dan kurangnya kepercayaan konsumen setelah pandemi Covid-19 menjadi faktor utama penyebab perlambatan ekonomi China.
Di tengah perlambatan ekonomi, pemerintah China berusaha mendorong aktivitas industri manufaktur dengan mengalihkan dana sektor jasa keuangan ke sektor tersebut, bukan lagi ke sektor properti. Namun, hal ini menyebabkan masalah overcapacity, dimana barang-barang produksi China mulai membanjiri pasar internasional karena permintaan domestik yang rendah.
Dampaknya, barang-barang produksi China berpotensi membanjiri pasar negara-negara mitra dagangnya, termasuk Amerika Serikat, negara-negara ASEAN, dan Indonesia. Hal ini terlihat dari defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China sebesar US$ 1,7 miliar per Juli 2024, dengan China menyumbang 35% dari total impor Indonesia senilai US$ 38,97 miliar.
Untuk menghadapi masalah ini, Mari Elka menekankan pentingnya pemerintah untuk melindungi pasar dalam negeri melalui kebijakan bea masuk anti dumping atau Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Namun, kebijakan ini harus didasari oleh investigasi yang jelas untuk memastikan bahwa produk China dijual di bawah harga pasaran dalam negeri.
“Kita perlu menjaga agar impor tidak membanjiri pasar dalam negeri dengan harga yang tidak wajar. Kebijakan ini harus didasari oleh investigasi yang tepat,” ujar Mari Elka.
Dengan demikian, langkah-langkah perlindungan pasar dalam negeri perlu diambil untuk mengatasi dampak dari perlambatan ekonomi China. Harapannya, Indonesia dapat tetap bersaing secara adil di pasar internasional tanpa terlalu banyak terpengaruh oleh kebijakan ekonomi China yang berpotensi merugikan.