S&P Global baru saja melaporkan bahwa pertumbuhan sektor manufaktur di Indonesia mengalami perlambatan pada bulan Juni 2024. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan yang lebih lambat dalam produksi, permintaan baru, dan penjualan.
Kondisi ini juga berdampak pada kepercayaan diri pelaku industri terhadap masa depan bisnis mereka. Menyikapi hal ini, Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, menganggap perlu adanya penyesuaian kebijakan untuk mengembalikan optimisme di industri.
“Industri saat ini sedang dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Para pelaku industri merasa kurang yakin tentang prospek bisnis ke depan,” ungkap Febri pada Selasa (2/7/2024).
“Dampak ini terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan pesanan baru yang dipengaruhi oleh kondisi pasar global, restriksi perdagangan dari negara lain, dan regulasi yang belum mendukung,” tambahnya.
Salah satu regulasi yang disebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan ini mempengaruhi turunnya optimisme di kalangan pelaku industri, yang kemudian berdampak pada penurunan Indeks Pembelian Manajer (PMI).
“Berbeda dengan beberapa negara lain yang melaporkan peningkatan PMI manufaktur, Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Kita perlu melakukan penyesuaian kebijakan untuk mengembalikan optimisme di industri,” jelas Febri.
Febri juga menyoroti pentingnya mengembalikan regulasi impor seperti Permendag No. 36 Tahun 2023, serta menerapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk beberapa komoditas tertentu.
Di tingkat global, negara-negara manufaktur seperti Tiongkok, India, Taiwan, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam melaporkan ekspansi yang meningkat. Di ASEAN, PMI manufaktur Thailand naik dari 50,3 pada Mei 2024 menjadi 51,7 pada Juni 2024, sementara Vietnam naik drastis dari 50,3 menjadi 54,7 dalam periode yang sama.
Krisis yang dihadapi industri manufaktur terlihat dari meningkatnya jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang disebabkan oleh penurunan permintaan global dan lonjakan produk impor yang memasuki pasar domestik sebagai akibat dari restriksi perdagangan negara lain.
Febri menegaskan bahwa tanpa tindakan yang tepat, produk impor akan terus membanjiri pasar dalam negeri dan mengancam produk-produk lokal.